Pemandangan Musim SNMPTN

Minggu-minggu ini, UNS-ku sedang ada kegitan pengembalian formulir dalam rangka penerimaan mahasiswa baru atau istilah sekarang disebut SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Aktifitas tampak berbeda. Terutama ketika saya melewati pintu gerbang depan. Di sisi kiri dan kanan jalan trotoar sepanjang pintu masuk hingga selatan jembatan depan halaman Rektorat dijajakan soal-soal latihan ujian masuk perguruan tinggi negeri oleh para pedagang atau penjual buku kumpulan soal.

Yang terbersik dalam hati dan pikiran saya, apakah para pedagang itu sifatnya sebagai pedagang musiman ataukah memang pekerjaannya sehari-hari menjual buku soal. Pagi itu saya menagkap sosok seorang ibu, berbadan kurus, mengenakan penutup kepala semacam jilbab. Beliau menjajakan soal dihadapannya. Ketika sore hari saya pulang dari kampus, saya sengaja mencari sosok ibu yang tadi pagi saya lihat di trotoar sebelah barat. Ternyata ibu itu masih setia menunggui sekumpulan buku soal yang beliau jajakan. Entah laku berapa dalam hari itu, atau malah belum laku sama sekali. Saya tidak tahu atau tidak kesampaian cara berfikir saya bagaimana ibu itu membantu membiayai hidup keluarganya dengan berjualan seperti itu, Wallaahu a’lam.

Di sisi lain di daerah parkiran kendaraan ada sebagian pedagang asongan dan penjual makanan. Pikiran saya sama dengan apa yang saya pikirkan terhadap sosok ibu penjual soal ujian tadi. Melihat penjual makanan itu, saya jadi teringat ketika saya dulu hidup di kota Semarang. Saat itu saya dan teman-teman pergi ke masjid Baiturrahman Simpang lima, ingin menikmati suasana berbuka puasa di masjid besar tersebut. Di sana kami menuggu datang nya magrib dan mencari jajanan yang dapat memuaskan selera kami. Pas di sebelas utara pintu gerbang utara masjid kami duduk-duduk di tikar yang telah dihamparkan oleh pedagang makanan. Saat itu mata saya tertuju kepada penjual jajanan kue yang menurut saya lezat juga untuk disantap. Yang berjualan adalah duaorang yang paruh baya, seorang bapak-bapak dan isterinya yang sama-sama sudah beranjak tua. Bedug magrib telah ditabuh, dan suara merdunya adzan dari corong masjid Baiturrahman sudah terdengar. Setelah baca do’a kamipun segera menuruti keinginan perut yang sudah seharain menantikan jatahnya. Saya masih mengamati bapak dan ibu penjual kue lezat tadi. Keduanya mengeluarkan seperti bungkusan dari dalam tas bawaan. Apa yang saya lihat berbeda dengan apa yang saya pikirkan. Dalam benak saya mereka akan berbuka dengan kue jajanan yang lezat itu. Ternyata cukup berbuka dengan nasi bungkusan yang mungkin mereka bawa dari rumah sebagai bekal. Mereka kelihatan nikmat menyantap nasi bungkus mereka sambil sesekali mengusir hewan senja yang ngeyel ingin mencicipi jualan mereka. Saat itu, tanpa terasa terjatuh butiran air bening dari sudut mata saya. Kenapa tidak saya beli semua jualan mereka, juga kenapa tidak saya borong juga buku-buku soal yang dijual ibu penjual soal di UNS, tentunya mereka akan merasa sangat bahagia karena dagangannya laku semua. Sungguh nikmat saat ini saya dapat bekerja naik mobil, yang menurut sebagian orang sudah tidak nikmat lagi karena mobil saya sudah lahir 20 tahun yang lalu.